STATUS HUKUM PUASA DAN AMALAN DIBULAN RAJAB

PUASA KHUSUS DIBULAN RAJAB

Lagi trend saat ini, sebagian kita mengirimkan pesan kepada saudara lainnya untuk mengajak berpuasa di bulan Rajab. Kita sudah ketahui bersama bahwa bulan Rajab adalah di antara bulan haram, artinya menunjukkan bulan yang mulia. Beramal sholih dan meninggalkan maksiat diperintahkan ketika itu.

Namun bagaimana jika kita menjadikan puasa khusus yang hanya spesial di bulan Rajab? Apalagi ditambah dengan tidak adanya dalil pendukung atau dalilnya lemah ( dho’if ) bahkan palsu (maudhu’ )?

Tulisan kali ini akan sedikit memaparkan perkataan para ulama mengenai anjuran puasa di bulan Rajab.
Ada dalil yang berisi anjuran berpuasa di bulan haram dan bulan Rajab adalah di antara bulan haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺻُﻢْ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺤُﺮُﻡِ ﻭَﺍﺗْﺮُﻙْ
“Berpuasalah pada bulan haram dan tinggalkanlah. ” (HR. Abu Daud no. 2428).

Namun hadits ini didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dho’if Abu Daud. Taruhlah jika hadits tersebut shahih, itu berarti hadits tersebut menunjukkan keutamaan berpuasa pada bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), bukan berpuasa pada bulan Rajab saja.

Jika seseorang berpuasa pada bulan Rajab karena mengamalkan hadits di atas, seharusnya ia berpuasa pula pada bulan haram yang lain, maka seperti itu tidaklah masalah. Jika berpuasa khusus pada bulan Rajab saja, itulah yang masalah.

Demikian keterangan dari Syaikh Sholih Al Munajjid dalam fatwa yang sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if ) bahkan palsu ( maudhu’ ). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta. Dalam musnad dan selainnya disebutkan hadits dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan haram, yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Hadits ini menunjukkan puasa pada empat bulan tersebut seluruhnya, bukan hanya khusus di bulan Rajab.” (Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 213).

Ibnu Rajab menjelaskan pula, “Sebagian salaf berpuasa pada bulan haram seluruhnya (bukan hanya pada bulan Rajab saja, pen). Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu ‘Umar, Al Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabi’iy. Ats Tsauri berkata, “Bulan haram sangat kusuka berpuasa di dalamnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 214).

Ibnu Rajab kembali berkata, “Tidak dimakruhkan jika seseorang berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya. Demikian pendapat sebagian ulama Hambali. Seperti misalnya ia berpuasa Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya berpuasa pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja). Ditegaskan pula oleh Imam Ahmad bahwa siapa yang berpuasa penuh pada bulan Rajab, maka saja ia telah melakukan puasa dahr yang terlarang (yaitu berpuasa setahun penuh).” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 215).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab, pen), itu berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).

Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata,
“Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).

Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut. Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil shahih yang bisa jadi pendukung.”

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Puasa pada hari ke-27 dari bulan Rajab dan qiyamul lail (shalat malam) pada malam tersebut serta menjadikannya sebagai suatu kekhususan pada hari itu, hal ini berarti bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 20: 440).

Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Adapun mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, maka tidak ada hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya atau menunjukkan anjuran puasa saat bulan Rajab. Yang dikerjakan oleh sebagian orang dengan mengkhususkan sebagian hari di bulan Rajab untuk puasa dengan keyakinan bahwa puasa saat itu memiliki keutamaan dari yang lainnya, maka tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394 )

Jika ingin puasa di bulan Rajab karena ada kebiasaan seperti punya kebiasaan puasa daud, puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh atau puasa tiga hari setiap bulannya, ini berarti tidak mengkhususkan bulan Rajab dengan puasa tertentu dan tidaklah masalah meneruskan kebiasaan baik seperti ini.

Ingatlah sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, janganlah membuat-buat amalan yang tanpa tuntunan.
Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi:
1. Al Manar Al Munif fish Shohih wadh Dho’if , Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Darul Atsar, cetakan pertama, 1423 H.
2. Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394.
3. Fiqh Sunnah , Syaikh Sayyid Sabiq, terbitan Muassasah Ar Risalah, tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan ketiga, 1430 H.
4. Latho’if Al Ma’arif , Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H.
5. Majmu’ Al Fatawa , Taqiyuddin Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyah Al Haroni, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
___
Sumber artikel rumaysho.com
________________________________________________

PUASA BULAN RAJAB KARENA BULAN HARAM

Apakah boleh berpuasa di bulan Rajab karena bulan tersebut termasuk bulan haram?

Jawabannya, boleh. Karena ada hadits yang memerintahkan berpuasa di bulan haram namun dengan catatan tidak mengkhususkan pada hari atau tanggal tertentu pada bulan Rajab.

Bulan Rajab termasuk di antara bulan haram. Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥُ ﻗَﺪِ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَ ﻛَﻬَﻴْﺌَﺘِﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ ، ﺍﻟﺴَّﻨَﺔُ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ، ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ ، ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻣُﺘَﻮَﺍﻟِﻴَﺎﺕٌ ﺫُﻭ ﺍﻟْﻘَﻌْﺪَﺓِ ﻭَﺫُﻭ ﺍﻟْﺤِﺠَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡُ ، ﻭَﺭَﺟَﺐُ ﻣُﻀَﺮَ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑَﻴْﻦَ ﺟُﻤَﺎﺩَﻯ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban. ” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Sufyan Ats Tsauri mengatakan,
“Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif , hal. 214)

Ibnu ’Abbas mengatakan,
“Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” ( Latho-if Al Ma’arif , hal. 207)

Namun sekali lagi mesti dikatakan boleh berpuasa pada bulan Rajab, namun tidak ada hari khusus yang diistimewakan. Karena yang menyariatkan hari tertentu tidaklah berdalil, atau pensyariatannya berdasarkan hadits dhaif.

Begitu pula hadits yang membicarakan puasa Rajab pun dhaif, yang shahih hanyalah karena bulan Rajab adalah bulan haram. Ada anjuran dari sebagian salaf untuk berpuasa di bulan haram seperti perkataan Sufyan Ats Tsauri dan Ibnu ‘Abbas yang dibawakan di atas.
Baca dua artikel penting berikut:
Puasa Khusus di Bulan Rajab
Puasa Hari Tertentu di Bulan Rajab
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Sumber artikel rumaysho.com
___

PUASA HARI TERTENTU DIBULAN RAJAB

Di awal atau saat memasuki bulan Rajab, sebagian saudara kita ada yang menyebarkan info bahwa puasa Rajab tanggal 1 akan menghapus dosa selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3 akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat.

Adakah anjuran secara khusus puasa awal Rajab?

Hadits Tentang Puasa Rajab
Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
“Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 213).

Ibnu Rajab menjelaskan pula, “Sebagian salaf berpuasa pada bulan haram seluruhnya (bukan hanya pada bulan Rajab saja, pen).

Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu ‘Umar, Al Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabi’iy. Ats Tsauri berkata, “Bulan haram sangat kusuka berpuasa di dalamnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 214).

Ibnu Rajab kembali berkata,
“Tidak dimakruhkan jika seseorang berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya. Demikian pendapat sebagian ulama Hambali. Seperti misalnya ia berpuasa Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya berpuasa pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja).

Ditegaskan pula oleh Imam Ahmad bahwa siapa yang berpuasa penuh pada bulan Rajab, maka saja ia telah melakukan puasa dahr yang terlarang (yaitu berpuasa setahun penuh).” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 215).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab, pen), itu berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).

Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).

Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,
“Tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut. Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil shahih yang bisa jadi pendukung.”

Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Adapun mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, maka tidak ada hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya atau menunjukkan anjuran puasa saat bulan Rajab. Yang dikerjakan oleh sebagian orang dengan mengkhususkan sebagian hari di bulan Rajab untuk puasa dengan keyakinan bahwa puasa saat itu memiliki keutamaan dari yang lainnya, maka tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394)

Puasa Hari Tertentu dari Bulan Rajab
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya, “Diketahui bahwa di bulan Rajab dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Apakah puasa tersebut dilakukan di awal, di tengah ataukah di akhir.”

Jawaban dari para ulama yang duduk di komisi tersebut,
“Yang tepat, tidaklah ada hadits yang membicarakan puasa khusus di bulan Rajab selain hadits yang dikeluarkan oleh An Nasa-i dan Abu Daud, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Usamah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah pernah melihatmu berpuasa yang lebih bersemangat dari bulan Sya’ban .”
Beliau bersabda, “Bulan Sya’ban adalah waktu saat manusia itu lalai, bulan tersebut terletak antara Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban adalah saat amalan diangkat pada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karenanya, aku suka amalanku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa .” (HR. Ahmad 5: 201, An Nasai dalam Al Mujtaba 4: 201, Ibnu Abi Syaibah (3: 103), Abu Ya’la, Ibnu Zanjawaih, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Barudi, Sa’id bin Manshur sebagaimana disebutkan dalam Kanzul ‘Amal 8: 655).

Yang ada hanyalah hadits yang sifatnya umum yang memotivasi untuk melakukan puasa tiga setiap bulannya dan juga dorongan untuk melakukan puasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14, 15 dari bulan hijriyah. Juga dalil yang ada sifatnya umum yang berisi motivasi untuk melakukan puasa pada bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Begitu pula ada anjuran puasa pada hari Senin dan Kamis.

Puasa Rajab masuk dalam keumuman anjuran puasa tadi. Jika engkau ingin melakukan puasa di bulan Rajab, maka pilihlah hari-hari yang ada dari bulan tersebut. Engkau bisa memilih puasa pada ayyamul bidh atau puasa Senin-Kamis. Jika tidak, maka waktu puasa pun bebas tergantung pilihan.

Adapun pengkhususan bulan Rajab dengan puasa pada hari tertentu, kami tidak mengetahui adanya dalil yang mensyari’atkan amalan tersebut.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ : ﻫﻨﺎﻙ ﺃﻳﺎﻡ ﺗﺼﺎﻡ ﺗﻄﻮﻋﺎ ﻓﻲ ﺷﻬﺮ ﺭﺟﺐ ، ﻓﻬﻞ ﺗﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺃﻭﻟﻪ ﺃﻭ ﻭﺳﻄﻪ ﺃﻭ ﺁﺧﺮﻩ؟
ﺟـ :
ﻟﻢ ﺗﺜﺒﺖ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺧﺎﺻﺔ ﺑﻔﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﻓﻲ ﺷﻬﺮ ﺭﺟﺐ ﺳﻮﻯ ﻣﺎ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﻗﺎﻝ : ‏( ‏( ﻗﻠﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ، ﻟﻢ ﺃﺭﻙ ﺗﺼﻮﻡ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻬﻮﺭ ﻣﺎ ﺗﺼﻮﻡ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ، ﻗﺎﻝ : ﺫﻟﻚ ﺷﻬﺮ ﻳﻐﻔﻞ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻴﻦ ﺭﺟﺐ ﻭﺭﻣﻀﺎﻥ، ﻭﻫﻮ ﺷﻬﺮ ﺗﺮﻓﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺇﻟﻰ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻓﺄﺣﺐ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻊ ﻋﻤﻠﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﺻﺎﺋﻢ ‏) ‏) ‏[ ﺃﺣﻤﺪ ‏( 5 / 201 ‏) ، ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻓﻲ ‏[ ﺍﻟﻤﺠﺘﺒﻰ ‏] ‏( 4 / 201 ‏) ، ﻭﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ‏( 3 / 103 ‏) ، ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ، ﻭﺍﺑﻦ ﺯﻧﺠﻮﻳﻪ، ﻭﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﺎﺻﻢ، ﻭﺍﻟﺒﺎﺭﻭﺩﻱ، ﻭﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮﺭ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ‏[ ﻛﻨﺰ ﺍﻟﻌﻤﺎﻝ ‏] ‏( 8 / 655 ‏) ‏]
ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻭﺭﺩﺕ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻋﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺚ ﻋﻠﻰ ﺻﻴﺎﻡ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻬﺮ ﻭﺍﻟﺤﺚ ﻋﻠﻰ ﺻﻮﻡ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺒﻴﺾ
ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻬﺮ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﻋﺸﺮ ﻭﺍﻟﺮﺍﺑﻊ ﻋﺸﺮ ﻭﺍﻟﺨﺎﻣﺲ ﻋﺸﺮ ﻭﺍﻟﺤﺚ ﻋﻠﻰ ﺻﻮﻡ ﺍﻷﺷﻬﺮ ﺍﻟﺤﺮﻡ، ﻭﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﺍﻹﺛﻨﻴﻦ ﻭﺍﻟﺨﻤﻴﺲ، ﻭﻳﺪﺧﻞ ﺭﺟﺐ ﻓﻲ ﻋﻤﻮﻡ ﺫﻟﻚ، ﻓﺈﻥ ﻛﻨﺖ ﺣﺮﻳﺼﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﻓﺎﺧﺘﺮ ﺃﻳﺎﻡ ﺍﻟﺒﻴﺾ ﺍﻟﺜﻼﺙ ﺃﻭ ﻳﻮﻡ ﺍﻹﺛﻨﻴﻦ ﻭﺍﻟﺨﻤﻴﺲ ﻭﺇﻻ ﻓﺎﻷﻣﺮ ﻭﺍﺳﻊ، ﺃﻣﺎ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﺃﻳﺎﻡ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ ﺑﺎﻟﺼﻮﻡ ﻓﻼ ﻧﻌﻠﻢ ﻟﻪ ﺃﺻﻼ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ .
ﻭﺑﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ . ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ، ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ .
ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ
ﺍﻟﺮﺋﻴﺲ
ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ
ﻧﺎﺋﺐ ﺍﻟﺮﺋﻴﺲ
ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻔﻴﻔﻲ
ﻋﻀﻮ
ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎﻥ
ﻋﻀﻮ
ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻗﻌﻮﺩ
‏( ‏( ﺍﻟﻤﺼﺪﺭ ‏) ‏) : ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ – ‏( ﺝ /2 ﺹ 50

Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota. (Sumber Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 2: 50).
Hanya Allah yang memberi taufik.

Sumber artikel rumaysho.com
_______________________________________________

ADAKAH ANJURAN PUASA DIBULAN RAJAB

Sebagian orang sempat menganjurkan bahwa banyaklah puasa pada bulan Rajab. Ada pula yang menganjurkan untuk berpuasa di awal-awal bulan Rajab. Apakah betul anjuran seperti ini ada dasarnya?

Aku bertanya pada Sa’id bin Jubair tentang puasa Rajab dan kami saat itu sedang berada di bulan Rajab, maka ia menjawab :
Aku mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu saat beliau tidak berpuasa sampai kami berkata : Nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh.” (HR. Muslim dalam kitab Ash Shiyam. An Nawawi membawaknnya dalam Bab Puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di selain bulan ramadhan )

Sebagian orang agak sedikit bingung dalam menyikapi hadits di atas, apakah di bulan Rajab harus berpuasa sebulan penuh ataukah seperti apa?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini . Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.” ( Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291 )

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ’Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ’Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
ﻟَﺎ ﺗُﺸَﺒِّﻬُﻮﻩُ ﺑِﺮَﻣَﻀَﺎﻥَ
”Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan .” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah
perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja . ( Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291 )

Imam Ahmad mengatakan, Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.”

Imam Asy Syafi’i mengatakan, ” Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan .”
Beliau berdalil dengan hadits ’Aisyah yaitu ’Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215 )

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut.

1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.

2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib yaitu amalan puasa Ramadhan).

3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236 )

Kesimpulan:
Tidak ada yang istimewa dengan puasa di bulan Rajab kecuali jika berpuasanya karena bulan Rajab adalah di antara bulan-bulan haram , namun tidak ada keistimewaan bulan Rajab dari bulan haram lainnya. Yang tercela sekali adalah jika puasanya sebulan penuh di bulan Rajab sama halnya dengan bulan Ramadhan atau menganggap puasa bulan Rajab lebih istimewa dari bulan lainnya. Juga tidak ada pengkhususan berpuasa pada hari tertentu atau tanggal tertentu di bulan Rajab sebagaimana yang diyakini sebagian orang.
Jika memiliki kebiasaan puasa Senin-Kamis , puasa Daud atau puasa ayyamul biid, maka tetap rutinkanlah di bulan Rajab. Semoga Allah beri taufik untuk tetap beramal sholih.
___
Semoga pembahasan singkat ini bermanfaat

Sumber artikel rumaysho.com
________________________________________________

AMALAN DIBULAN RAJAB
Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab.

Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya?

Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.

Rajab di Antara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,
ﺇِﻥَّ ﻋِﺪَّﺓَ ﺍﻟﺸُّﻬُﻮﺭِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟْﻘَﻴِّﻢُ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﺍ ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan,
“Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif , 202)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut?
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥُ ﻗَﺪِ ﺍﺳْﺘَﺪَﺍﺭَ ﻛَﻬَﻴْﺌَﺘِﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽَ ، ﺍﻟﺴَّﻨَﺔُ ﺍﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًﺍ ، ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُﻡٌ ، ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻣُﺘَﻮَﺍﻟِﻴَﺎﺕٌ ﺫُﻭ ﺍﻟْﻘَﻌْﺪَﺓِ ﻭَﺫُﻭ ﺍﻟْﺤِﺠَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻡُ ، ﻭَﺭَﺟَﺐُ ﻣُﻀَﺮَ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑَﻴْﻦَ ﺟُﻤَﺎﺩَﻯ ﻭَﺷَﻌْﺒَﺎﻥَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah
(1) Dzulqo’dah;
(2) Dzulhijjah;
(3) Muharram; dan
(4) Rajab.

Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram?
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama , pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua , pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir , tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” ( Latho-if Al Ma’arif , 214)

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” ( Latho-if Al Ma’arif , 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini.

Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).

Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab ). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus.

Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif , 210)

Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam.

Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻻَ ﻓَﺮَﻉَ ﻭَﻻَ ﻋَﺘِﻴﺮَﺓَ
“Tidak ada lagi faro’ dan ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976).

Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.”

Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.

‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,
ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻲ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻨْﻬَﻰ ﻋَﻦ ﺻِﻴَﺎﻡِ ﺭَﺟَﺐٍ ﻛُﻠِّﻪِ ، ﻟِﺎَﻥْ ﻻَ ﻳَﺘَّﺨِﺬَ ﻋِﻴْﺪًﺍ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf).

Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).”
( Latho-if Al Ma’arif , 213)

Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.

Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab
Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.

Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.

Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu).

Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).

Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak.

Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)

Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah , 242)

Ath Thurthusi mengatakan,
“Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum , para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’ , hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah , 242)

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”( Majmu’ Al Fatawa , 25/290-291)

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
ﻟَﺎ ﺗُﺸَﺒِّﻬُﻮﻩُ ﺑِﺮَﻣَﻀَﺎﻥَ
“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa , 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa , 25/291)

Imam Ahmad mengatakan,
“Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.”

Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif , 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:

1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.

2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).

3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’ , hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah , 235-236)

Perayaan Isro’ Mi’roj
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” ( Zaadul Ma’ad , 1/54)

Ibnu Rajab mengatakan,
“Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”

Abu Syamah mengatakan,
“Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” ( Al Bida’ Al Hawliyah , 274)

Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad , 1/54)

Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa , 25/298)

Ibnul Haaj mengatakan,
“Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah , 275)

Catatan penting:
Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan,
“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon
[Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]”.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad .

Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallim.

Sumber artikel www.muslim.or.id
Falahamnan.blogspot.com
,_______________________________________________

Comments

Popular posts from this blog

Anfiq unfiq alaik(a)

ENGKAU DAN HARTAMU ADALAH MILIK AYAHMU

APA SAJA YANG BOLEHKAN UNTUK DILIHAT PADA WANITA YANG DIPINANG