TATA CARA WUDHU SESUAI PETUNJUK NABI
MELURUSKAAN TATA CARA WUDHU SESUAI PETUNJUK NABI (Bag 1)
,
Assalamu'alaikum warahmatullagi wabarakatuh
Semoga dengan pembahasan ini pula dapat meluruskan
kesalahan-kesalahan yang selama ini ada.
Hanya Allah yang beri taufik.
,
SHALAT TIDAK SAH TANPA BERWUDHU
Dari Ibnu ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata,
“Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
,
“Tidak ada shalat kecuali dengan thoharoh. Tidak ada sedekah dari
hasil pengkhianatan.” (HR. Muslim no. 224).
,
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan,
“Hadits ini adalah nash (dalil tegas yang tidak mengandung kemungkinan makna kecuali itu saja) mengenai wajibnya thoharoh untuk
shalat. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa thoharoh
merupakan syarat sah shalat.” (Syarh Muslim, An Nawawi, 3/102, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, Beirut)
,
Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
,
“Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika
masih berhadats- sampai dia berwudhu.“ (HR. Bukhari no. 6954 dan Muslim no. 225).
,
TATA CARA WUDHU
Mengenai tata cara berwudhu diterangkan dalam hadits berikut:
,
Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin
Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air untuk wudhu
kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak
tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi
memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3
kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali,
kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian
mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata
kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian
Utsman berkata,
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda,
“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat
dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan
dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat (Lihat maksud hadits “laa yuhadditsu bihi nafsuhu” Syarh An
Nawawi ‘ala Muslim, 3/108 dan Syarh Sunan Abi Daud, Syaikh
Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, 1/371, Asy Syamilah),
Maka Allah
akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
,
Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu
seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang
dilakukan seorang hamba untuk shalat (HR. Bukhari dan Muslim).
,
Dari hadits ini dan hadits lainnya, kita dapat meringkas tata cara
wudhu Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
,
1. Berniat –dalam hati- untuk menghilangkan hadats.
2. Membaca basmalah: ‘bismillah’.
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan, lalu dimasukkan dalam
mulut (berkumur-kumur atau madmadho) dan dimasukkan
dalam hidung (istinsyaq) sekaligus –melalui satu cidukan-.
Kemudian air tersebut dikeluarkan (istintsar) dengan tangan kiri.
Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.
5. Membasuh seluruh wajah sebanyak tiga kali dan menyela-nyela
jenggot.
6. Membasuh tangan –kanan kemudian kiri- hingga siku dan
sambil menyela-nyela jari-jemari.
7. Membasuh kepala 1 kali dan termasuk di dalamnya telinga.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kedua telinga termasuk bagian dari kepala” (HR Ibnu Majah,
disahihkan oleh Al Albani).
,
Tatacara membasuh kepala ini adalah sebagai berikut, kedua
telapak tangan dibasahi dengan
air. Kemudian kepala bagian depan dibasahi lalu menarik tangan
hingga kepala bagian belakang, kemudian menarik tangan kembali
hingga kepala bagian depan. Setelah itu langsung dilanjutkan
dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian luar.
8. Membasuh kaki 3 kali hingga ke mata kaki dengan
mendahulukan kaki kanan sambil membersihkan sela-sela jemarikaki.
,
MELURUSKAN TATA CARA WUDHU SESUAI PETUNJUK NABI (Bag 2)
,
NIAT CUKUP DALAM HATI
,
Yang dimaksud niat adalah al qosd (keinginan) dan al irodah
(kehendak). (Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 22/242, Darul
Wafa’,
cetakan ketiga, 1426 H).
,
Sedangkan yang namanya keinginan dan kehendak pastilah dalam
hati, sehingga niat pun letaknya dalam hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– mengatakan,
“Letak niat adalah di hati bukan di lisan. Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ulama kaum muslimin dalam segala macam
ibadah termasuk shalat, thoharoh, zakat, haji, puasa,
memerdekakan budak, jihad dan lainnya.” (Al Fatawa Al Kubro,
Ibnu Taimiyah, 2/87, Darul Ma’rifah Beirut,
cetakan pertama, 1386)
,
Ibnul Qayim –rahimahullah– mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –di awal wudhu– tidak pernah
mengucapkan “nawaitu rof’al hadatsi (aku berniat untuk
menghilangkan hadats …)”. Beliau
pun tidak menganjurkannya. Begitu pula tidak ada seorang
sahabat pun yang mengajarkannya. Tidak pula terdapat satu
riwayat –baik dengan sanad yang shahih maupun dho’if (lemah)-
yang menyebutkan bahwa beliau mengucapkan bacaan
tadi." (Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al
Jauziyah,
1/196, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth dan ‘Abudl Qodir Al Arnauth,
Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-17, tahun 1415 H)
,
BERKUMUR KUMUR DAN MEMASUKKAN AIR DALAM HIDUNG
DILAKUKAN SEKALIGUS MELALUI SATU CIDUKAN TANGAN
,
Ibnul Qayyim menyebutkan,
“Ketika berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung
(istinsyaq), terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggunakan satu cidukan tangan, terkadang dengan dua kali
cidukan dan terkadang pula dengan tiga kali cidukan. Namun
beliau menyambungkan (tidak memisah) antara kumur-kumur
dan istinsyaq. Beliau menggunakan separuh cidukan tangan untuk
mulut dan separuhnya lagi untuk hidung. Ketika suatu saat beliau
berkumur-kumur dan istinsyaq dengan satu cidukan maka
kemungkinan cuma dilakukan seperti ini yaitu kumur-kumur dan
istinsyaq disambung (bukan dipisah).
Adapun ketika beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan dua
atau tiga cidukan, maka di sini baru kemungkinan berkumur-
kumur dan beristinsyaq bisa dipisah. Akan tetapi, yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan adalah memisahkan antara
berkumur-kumur dan istinsyaq. Sebagaimana disebutkan dalam
shahihain. (Bukhari dan Muslim, sebagaimana dikatakan oleh
pentahqiq
Zaadul Ma’ad)
,
Dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tamadh-madho (berkumur-kumur) dan istinsyaq
(memasukkan air dalam hidung) melalui air satu telapak tangan
dan seperti ini dilakukan tiga kali. Dalam lafazh yang lain disebutkan
bahwatamadh-madho (berkumur-kumur) dan istinsyaq
(memasukkan air dalam hidung) melalui tiga kali cidukan. Inilah
riwayat yang lebih shahih dalam masalah kumur-kumur dan
istinsyaq (memasukkan air dalam hidung).
,
Tidak ada satu hadits shahih pun yang menyatakan bahwa
kumur-kumur danistinsyaq dipisah. Kecuali ada riwayat dari
Tholhah bin Mushorrif dari ayahnya dari kakeknya yang
mengatakan bahwa dia melihat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam
memisah antara kumur-kumur dan istinsyaq. (Dikeluarkan oleh
Abu Daud. Namun terdapat seorang
periwayat yang dho’if dan Mushorrif –ayah Tholhah- itu majhul.
Lihat catatan kaki Zaadul Ma’ad, hal. 192)
,
Dan riwayat tersebut hanyalah berasal dari Tholhah dari ayahnya,
dari kakeknya. Padahal kakekanya tidak dikenal sebagai seorang
sahabat.” (Zaadul Ma’ad, 1/192-193).
,
MEMBASUH KEPALA CUKUP SEKALI
,
Ibnul Qayyim menjelaskan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membasuh kepalanya
seluruh dan terkadang beliau membasuh ke depan kemudian ke
belakang. Sehingga dari sini sebagian orang mengatakan bahwa
membasuh kepala itu dua kali. Akan tetapi yang tepat adalah
membasuh kepala cukup sekali (tanpa diulang). Untuk anggota
wudhu lain biasa diulang. Namun untuk kepala, cukup dibasuh
sekali. Inilah pendapat yang lebih tegas dan Nabishallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah berbeda dengan cara ini.
,
Adapun hadits yang membicarakan beliau membasuh kepala lebih
dari sekali, terkadang haditsnya shahih, namun tidak tegas. Seperti
perkataan sahabat yang menyatakan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi
wa sallam berwudhu dengan mengusap tiga kali tiga kali. Seperti
pula perkataan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh
kepala dua kali. Terkadang pula haditsnya tegas, namun tidak
shahih.
Seperti hadits Ibnu Al Bailamani dari ayahnya dari ‘Umar bahwa
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap tangannya tiga kali dan
membasuh kepala juga tiga kali. Namun perlu diketahui bahwa
Ibnu Al Bailamani dan ayahnya adalah periwayat yang
lemah." (Zaadul Ma’ad, 1/193).
MELURUSKAN TATA CARA WUDHU SESUAI PETUNJUK NABI (Bag 3)
,
KEPALA SEKALIGUS DIUSAP DENGAN TELINGA
Telinga hendaknya diusap berbarengan setelah kepala karena
telinga adalah bagian dari kepala. Sebagaimana Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
,
“Dua telinga adalah bagian dari kepala.” (HR. Abu Daud no. 134, At
Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no.
443, dan Ahmad (5/264).
,
Hadits ini adalah hadits yang lemah jika marfu’ (dianggap ucapan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Akan tetapi hadits di atas
dikatakan oleh beberapa ulama salaf di antaranya adalah Ibnu
‘Umar. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/118, Al Maktabah At
Taufiqiyah).
,
Ash Shon’ani menjelaskan,
”Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai
riwayat yang menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits
tersebut adalah hadits yang mengatakan bahwa membasuh dua
telinga adalah sekaligus dengan kepala sebanyak sekali.
Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada dari ‘Ali,
Ibnu ‘Abbas, Ar Robi’ dan ‘Utsman.
Semua hadits tersebut bersepakat bahwa membasuh kedua
telinga sekaligus bersama kepala dengan melalui satu cidukan air,
sebagaimana hal ini adalah maknazhohir (tekstual) dari kata
marroh (yang artinya: sekali). Jika untuk membasuh kedua telinga
digunakan air yang baru, tentu tidak dikatakan,
“Membasuh kepala dan telinga sekali saja”.
Jika ada yang memaksudkan bahwa beliau tidaklah mengulangi
membasuh kepala dan telinga, akan tetapi yang dimaksudkan
adalah mengambil air yang baru, maka ini pemahaman yang jelas
keliru.
,
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa air yang digunakan
untuk membasuh kedua telinga berbeda dengan kepala, itu bisa
dipahami kalau air yang ada di tangan ketika membasuh kepala
sudah kering, sehingga untuk membasuh telinga digunakan air
yang baru.” (Subulus Salam, Ash Shon’ani, 1/136-137, Mawqi’ Al
Islam).
,
SELURUH KEPALA DIBASUH, BUKAN HANYA UBUN-UBUN SAJA
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan basuhlah kepala kalian.” (QS. Al Maidah: 6)
,
Fungsi huruf baa’ dalam ayat di atas adalah lil ilsoq artinya
melekatkan dan bukan li tab’idh (menyebutkan sebagian).
Maknanya sama dengan membasuh wajah ketika tayamum,
sebagaimana dalam ayat,
“Dan basuhlah wajah kalian.” (QS. Al Maidah:6).
,
Dua dalil di atas masih berada dalam konteks ayat yang sama.
Mengusap wajah pada tayamum bukan hanya sebagian (namun
seluruhnya) sehingga yang dimaksudkan dengan mengusap
kepala adalah mengusap seluruh kepala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Apabila ayat yang membicarakan tentang tayamum tidak
mengatakan bahwamash (membasuh) wajah hanya sebagian
padahal tayamum adalah pengganti wudhu dan tayamum jarang-
jarang dilakukan, bagaimana bisa ayat wudhu yang menjelaskan
mash (membasuh) kepala cuma dikatakan sebagian saja yang
dibasuh padahal wudhu sendiri adalah hukum asal dalam
berthoharoh dan sering berulang-ulang dilakukan?! Tentu yang
mengiyakan hal ini tidak dikatakan oleh orang yang
berakal.” (Majmu’ Al Fatawa, 21/123)
,
Begitu pula terdapat dalam hadits lain dijelaskan bahwa
membasuh kepala adalah seluruhnya dan bukan sebagian.
Dalilnya,
,
Dari ‘Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang, lalu kami mengeluarkan untuknya air dalam bejana
dari kuningan, kemudian akhirnya beliau berwudhu. Beliau
mengusap wajahnya tiga kali, mengusap tangannya dua kali dan
membasuh kepalanya, dia menarik ke depan kemudian ditarik ke
belakang, kemudian terakhir beliau mengusap kedua kakinya. (HR.
Bukhari no. 197).
,
Dalam riwayat lain dikatakan,
“Beliau membasuh seluruh kepalanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah
(1/81). Al A’zhomi mengatakan bahwasanad hadits ini shahih).
[20] Majmu’ Al Fatawa, 21/122.
,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Tidak ada satu pun
sahabat yang menceritakan tata cara wudhu Nabi yang
mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya
mencukupkan dengan membasuh sebagian kepala saja.” (Majmu’
Al Fatawa, 21/122).
,
Namun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh ubun-
ubun, beliau juga sekaligus membasuh imamahnya. (Shahih Fiqh
Sunnah, Abu Malik, 1/118, Al Maktabah At
Taufiqiyah)
,
Sedangkan untuk wanita muslimah tata cara membasuh kepala
tidak dibedakan dengan pria. Akan tetapi, boleh bagi wanita untuk
membasuh khimarnya saja. Akan tetapi, jika ia membasuh bagian
depan kepalanya disertai dengan khimarnya, maka itu lebih bagus
agar terlepas dari perselisihan para ulama.
,
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Comments
Post a Comment